Selasa, 28 April 2015

BERKARYA SELAGI MUDA

BE LEARNER WITH WRITING 
 Oleh: Adi Rahman 

   Dengan menulis orang akan senantiasa belajar. Mereka akan belajar banyak hal agar bisa menuangkan gagasan-gagasan besar atau mungkin akan membaca banyak buku yang mampu memantik pikiran mereka menghasilkan karya-karya yang lebih baik dan monumental. Berikut saya memaparkan beberapa alasan mengapa anda harus menulis. 

Menulis adalah pekerjaan orang yang belajar kepada banyak guru 
    Menulis membuat Anda bisa belajar kepada banyak guru yakni para pembaca. Merekalah yang bisa menilai tulisan Anda dengan lebih obyektif. Penulis tidak boleh terlalu percaya diri dengan tulisannya lalu menilainya sudah sangat sempurna. Penulis seperti ini biasanya tidak siap tulisannya dikritik oleh para pembaca. Oleh karena itu seorang penulis harus mau banyak membaca dan belajar berendah hati dalam menyampaikan ilmu serta berlapang dada dari kritik orang lain. Dalam hal berendah hati Imam Asy-Syafi’i memberi teladan lewat nasehatnya, “bila kemudian ada pendapatku yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah maka tinggalkanlah pendapatku.”
    Jangan mau menjadi pembaca karya orang lain seumur hidup. Cobalah untuk berkarya dengan menuliskan apa-apa yang kita baca, apa-apa yang kita ketahui dari ilmu pengetahuan. Penulis adalah orang yang mencoba mengakui sebuah kebodohan dengan menyodorkan sebuah karya kepada banyak guru yakni para pembaca yang hampir dapat dipastikan mereka jauh lebih berilmu dari diri kita. “Wahai para guru inilah yang saya tahu” kata Salim A Fillah, “maka berikanlah kepada saya pemahaman yang lebih banyak, hanya inilah yang saya mengerti maka berikan pemahaman yang lebih dalam, karena ini yang saya tahu kalau ada yang keliru tolong dibetulkan, kalau ada yang sesat tolong diberikan petunjuknya. Kalau kemudian ada yang kurang tolong dibenahi, kalau kemudian ada yang salah tolong diberikan koreksi-koreksi.”
    Sebagai orang yang ingin belajar kepada banyak guru yakni para pembaca, hendaklah Anda siap menerima segala kritik dan sumbangsaran dari para pembaca. Begitulah kiranya seorang muslim yang mau belajar. Tidak banyak yang bisa Anda pelajari dari orang lain bila kemudian tak ada koreksi dan masukan. Dan tak ada koreksi atau masukan tanpa pernah kita menyuguhkan sebuah gagasan atau pemikiran atau mungkin seorang sahabat yang mau jujur menilai Anda. Bisa jadi selama ini Anda anggap pemahaman Anda benar dan pemahaman orang lain salah atau mungkin sebaliknya. Oleh karenanya kita butuh guru atau pembimbing lewat forum-forum diskusi. Bila hal itu tidak memungkinkan, cobalah berguru kepada banyak orang lewat kegiatan menulis yang Anda jalankan. 

Menulis itu belajar memetik hikmah dan mengikat ilmu 
“Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat.” (Q.S Al Baqarah : 269)
    Menulis adalah pekerjaan orang-orang yang tidak menyia-nyiakan apa yang terjadi, apa yang dilihat, dan apa yang kemudian didengar kecuali hal itu menjadi pelajaran atau ilmu baginya. Seorang muslim pembelajar tidak memiliki batas waktu dan tempat untuk belajar. Setiap tempat adalah sekolah baginya dan setiap orang adalah guru. Maka seyogianya seorang muslim selalu membawa buku kecil dan pena untuk mencatat segala hal yang bermanfaat untuk dirinya yang ia dengar setiap saat dimanapun berada. Karena ilmu yang dihafal suatu saat akan lupa, sedangkan tulisan akan tetap abadi. Ada dikatakan bahwa ilmu itu sesuatu yang diperoleh dari mulut orang-orang yang pandai, karena mereka menghafal sebaik-baik yang mereka dengar dan mereka mengatakan sebaik-baik yang mereka hafal.
    Adapun dizaman yang serba modern ini, anda bisa menggunakan berbagai macam fasilitas yang memudahkan anda untuk belajar, seperti Laptop, Black Barry, Mp3, Mp4, Camera, Handycame, de el el. Dengan alat-alat itu Anda bisa merekam berbagai tausyiah atau ceramah-ceramah atau mengambil gambar video atau menyimpan berbagai macam kitab dengannya. Namun walau dengan segala kemudahan dizaman ini, kebiasaan para ulama untuk selalu membawa pena dan kertas atau buku jangan sampai Anda tinggalkan.
    Alat-alat yang disebutkan tadi digunakan hanya sebagai pelengkap jika Anda tidak sanggup mengingat semua ilmu yang Anda dengar. Yakinlah bahwa kebiasaan baik para ulama dan orang-orang shaleh terdahulu lebih mampu mengabadikan ilmu dan mengandung keberkahan hingga manfaatnya bisa kita rasakan sampai hari ini. Dizaman dahulu orang-orang memperoleh ilmu pengetahuan dan agama dengan kepayahan namun awet ilmunya, sedang sekarang kita dengan mudah mendapatkan ilmu dan mudah pula hilangnya. Bersamaan dengan hilangnya Laptop, Black Barry, Mp3, Mp4, Camera, Handycame, Android, de el el. Hilang pula ilmunya. Yang demikian itu karena ilmu tak ditulis juga tak ada di dalam kepala apalagi di dalam dada.
    Aku pernah mengalami hal tersebut. Suatu ketika Mp4 milikku rusak dan tak bisa diperbaiki lagi dikarenakan kompenen dalamnya terbakar sehingga file-file rekaman yang aku kumpulkan selama hampir tiga bulan semuanya sirna. Dengan alat itu aku mengisi banyak rekaman tausyiah. Aku berharap bisa membuka kembali file-file itu untuk kupelajari. Namun sayang aku menunda-nunda untuk memindahkan file yang banyak itu ke komputer dan mempelajarinya kembali. Hingga akhirnya Allah menghendaki Mp4-ku rusak. Sejak saat itu aku tak mau lagi bergantung sepenuhnya pada Mp4 atau alat-alat sejenisnya. Hal itu membuatku merasa terlalu nyaman sehingga aku bisa membuka file rekamanku kapan-kapan, nggak harus sekarang.
    Sekarang mengertilah kita betapa pentingnya pena bagi seorang muslim untuk mencatat segala kebaikan dan hikmah yang Allah karuniakan dari jenak-jenak kehidupannya. Aku berlindung kepada Allah dari ilmu yang mudah hilang dan yang tak bermanfaat bagi diri dan orang lain. Sayyina Ali bin Abi Thalib r.a mengingatkan kita dengan nasehatnya, “ikatlah ilmu dengan menuliskannya.”
    Mengingat kapasitas otak kita tidak mungkin dapat mengakses semua ilmu yang kita pelajari maka ikatlah ia dengan menuliskannya. Jadi kita juga dituntut untuk belajar menuangkan kembali ilmu yang diperoleh sebelumnya dengan menuliskannya agar ia tidak hilang ditelan waktu. Janganlah anda membiarkan ilmu yang anda miliki berkubang dalam diri dengan tidak mengamalkannya, mengajarkannya, menyampaikannya, atau tidak menuliskannya. Karena Imam Asy-Syafi’i berkata orang yang kemudian menuntut ilmu pengetahuan lalu ilmu pengetahuan itu ia tumpuk dalam benaknya tanpa memiliki jalan keluar berupa amal ataupun pengajaran maka ia akan menjadi seperti air yang menggenang dan disana menjadi sumber dari berbagai penyakit yang akan tertebar. Maka seorang yang berilmu itu kalau dia memiliki akal lanjut Imam Asy-Syafi’i pasti dia akan mengeluarkan berbagai macam simpanan ilmunya melalui mengajar dan beramal, tanpa kedua hal itu ilmu pengetahuan akan menjadi seperti sebuah kubangan dimana kefasikan–kefasikan akan muncul disana. Jadi, jelaskan? Bahwa mengikat ilmu dengan menuliskannya adalah sesuatu yang urgen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar